Berpihak Pada Siapa? (Part II)
Pelecehan seksual dan pemerkosaan menjadi topik hangat belakangan ini.
Menjadi ramai karena keberanian luar biasa para korban untuk membela harga diri.
Korban dari kasus-kasus tersebut yang kebanyakan perempuan.
Mereka rela mengungkap aib demi sebuah keadilan.
Seharusnya “petugas” itu melindungi dan mengayomi, eh kok malah menghakimi.
Seharusnya “pendidik” itu mengajarkan nilai-nilai, eh kok malah moralnya lalai.
Seharusnya “tokoh agama” itu membimbing agar tidak tersesat, eh kok malah kelakuannya bejat.
Seharusnya “yang punya kuasa” bersikap adil dan membela yang lemah, eh kok malah condong ke pihak yang salah.
Pelaku bukan hanya dari orang yang tidak dikenal.
Bahkan ironisnya dari keluarga korban sendiri.
Lantas dimana tempat perempuan untuk bisa merasa aman, jika lingkungan terdekatnya saja sudah tidak lagi nyaman?
Rumah yang katanya tempat terakhir untuk pulang dan mengadu.
Berubah menjadi ruang asing sendiri yang dipenuhi sendu.
Selalu dihadapkan dengan dilema ketika ingin bicara.
Meski kerapkali berakhir dengan memendam sejuta kata.
Bagi yang berani berbicara, apresiasi dengan beri dukungan moral.
Tunjukkan kepedulian dengan mendampingi korban.
Rangkul, temani, konseling dan terus kawal.
Beri rasa aman dan lindungi mereka dari segala ancaman.
Karena ini bisa terjadi kapan saja dan dimana saja.
Kasus ini juga tidak memandang apa dan siapa.
Keadilan yang didamba seperti menemui jalan buntu.
Terlebih korban tersiksa bukan seminggu dua minggu.
Sudah jatuh tertimpa tangga pula.
Sudah cukup, stop menyalahkan korban.
Lindungi, hargai dan hormati haknya sebagai manusia.
Junjung tinggi hak asasi dengan menaruh keberpihakan pada korban.
Komentar
Posting Komentar